01/04/09

Sen-TULAK :AL-BARZANJI

Oleh : H.A. Azim
Keberangkatan setiap jamaah haji ke Tanah Suci Mekah, selalu diramaikan dengan tradisi ziarah dan tradisi pembacaan Kitab Al-Barzanji. Tradisi yang disebut terakhir ini biasa kita namakan sentulak atau besentulak atau serakalan. Istilah penyebutan serakalan terambil dari salah satu bait kalimat dalam Kitab Al-Barzanji : Asrokal badruu alaina.. Lalu bagaimana asal-muasal kata sentulak atau besentulak ? Kata sentulak terambil dari akar kata bahasa sasak : Tulak, yang berarti kembali dan dalam terminology (pemaknaan) dari aspek antropologi budaya sasak terkandung makna do’a dan harapan : Semoga jemaah haji senantiasa dalam perlindungan Alloh SAW selama dalam kegiatan ibadah haji sehingga selamat pulang kembali berkumpul dengan keluarga menjadi haji mabrur. Sedangkan kata besentulak lebih mengarah kepada pemaknaan kegiatan yang tidak sekedar berkumpul untuk membaca Kitab Al-Barzanji tapi adalah satu kekhasan bentuk sebagai cara memohon do’a restu dari seluruh keluarga, kerabat dan handai tolan.
Apa dasar pembacaan Kitab Al-Barzanji dijadikan sebuah panatisme (keyakinan) dalam ritual keberangkatan jamaah haji ? Mungkin ada baiknya kita mengenal lebih jauh tentang Kitab Al-Barzanji itu.
Sayyid Ja’far bin Sayyid Hasan bin Sayyid ‘Abdul Karim bin Sayyid Muhammad bin Sayyid Rasul al-Barzanji adalah seorang ulama besar keturunan Junjungan Nabi SAW dari keluarga Saadah al-Barzanji yang masyhur, berasal dari satu daerah bernasma Barzanj di Iraq. Beliau dilahirkan di Kota Madinah al-Munawwarah pada tahun 1126 H. Sayyid Ja’far al-Barzanji wafat di Kota Madinah pada tahun 1177 H. dan dimakamkan di Jannatul Baqi`, bersebelahan dengan maqam dari kalangan anak-anak perempuan Rasululloh SAW. Silsilah keluarga keturunan Sayyid Ja’far semuanya merupakan ulama terkemuka yang terkenal dengan ilmu dan amal, keutamaan dan kesholehan. Demikian Sayyid Muhammad bin ‘Alwi bin ‘Abbas al-Maliki dalam Kitab “Haul Ihtifaal bi dzikra al-Maulid an-Nabawi asy-Syarif” menulis pada halaman 99 :-
Sayyid Ja’far bin Hasan bin ‘Abdul Karim al-Barzanji adalah Mufti Asy-Syafi`Iyyah di Kota Madinah al-Munawwarah. Beliau adalah pengarang kitab maulid yang masyhur dan terkenal dengan nama “Maulid al-Barzanji“. Sebagian ulama menyatakan bahawa nama karangannya tersebut sebagai “I’qdul Jauhar fi maulid an-Nabiyyil Azhar“. Maulid karangan beliau ini adalah satu di antara banyak kitab maulid yang paling tersohor ke pelosok negeri ‘Arab dan Islam, baik di Timur maupun di Barat. Bahkan ramai kalangan ‘Arab dan ‘Ajam yang menghafalnya dan mereka membacanya dalam perhimpunan-perhimpunan agama yang munasabah. Kandungannya merupakan khulaashah (ringkasan) sejarah kenabian Muhammad SAW yang meliputi kisah lahir baginda, perutusan baginda sebagai rasul, hijrah, akhlak, peperangan sehingga kewafatan Baginda Rasululloh SAW.
Kitab Maulid Sayid Ja’far al-Barzanji ini telah disyarahkan oleh para ulama kenamaan, antara lain yang masyhur ialah Syaikh Muhammad bin Ahmad dengan kitab “al-Qaul al-Munji ‘ala Maulid al-Barzanji“. Beliau ini adalah seorang ulama besar keluaran al-Azhar asy-Syarif, bermazhab Maliki lagi Asy`ari dan menjalankan Thoriqah asy-Syadziliyyah.
Kembali kepada Sayyid Ja’far al-Barzanji, selain dipandang sebagai mufti, beliau juga menjadi khatib dan pengajar di Masjid Nabawi. Beliau terkenal bukan saja karena ilmu, akhlak dan taqwanya, tapi juga dengan kekeramatan dan kemakbulan doanya. Penduduk Madinah sering meminta beliau berdoa untuk hujan pada musim-musim kemarau. Pernah satu ketika di musim kemarau, beliau sedang menyampaikan khutbah Jum’atnya, seseorang meminta beliau beristisqa` memohon hujan. Maka dalam khutbahnya itu beliau pun berdoa memohon hujan. Kekeramatannya pun terbukti dengan terkabulnya do’a beliau, dimana serta merta hujan turun dengan lebatnya selama seminggu. Peristiwa ini persis sebagaimana pernah terjadi pada zaman Rasululloh SAW dahulu. Menyaksikan peristiwa tersebut, maka sebagian ulama pada zaman itu telah memuji beliau dengan bait-bait syair yang berbunyi:-
Dahulu al-Faruuq dengan al-’Abbas beristisqa` memohon hujanDan kami dengan Ja’far pula beristisqa` memohon hujanMaka yang demikian itu wasilah mereka kepada TuhanDan ini wasilah kami seorang Imam yang ‘aarifin
Demikianlah para ulama dan ummat Islam bermunajat kehadirot Alloh SWT melalui mujarrobah do’a Sayyid Ja’far al-Barzanji yang qaromah semasa hidupnya di Madinah. Kini sejak sepeninggal beliau, dari zaman ke zaman, Kitab al-Barzanji dibaca dengan berbagai irama dan lantunan suara untuk berbagai hajatan, termasuk hajatan (do’a) keberangkatan jema’ah haji. Setiap kali membaca atau mendengar lantunan Kitab al-Barzanji itu, pasti shalawat dan salam tercurahkan kepada junjungan Nabi beserta para keluarga dan sahabatnya. Ini pastilah menciptakan nuansa kebatinan amat kuat, yakni membawa kita kepada ingatan terhadap Junjungan Nabi Muhammad SAW, membawa kita menjadi cinta dan rindu akan nabinya. Nuansa seperti ini, betapa telah menghidupkan alam mitis kita, sebuah ranah irrasional-ukhrowi yang hanya dapat diindra melalaui laku keimanan pada bathin kita.
Menjadi fahamlah kita sekarang, bahwa sebagaimana para ulama dan umat Islam di Madinah dahulu bermunajat melalui kekramatan Sayyid Ja’far, maka seperti itulah tradisi para leluhur yang kini kita warisi menjadikannya sebuah cara bermunajat melalui pembacaan Kitab al-Barzanji untuk keselamtan Jemaah Haji. Tentu agar mereka dapat tulak (kembali) bersama seluruh keluarga yang tengah rindu menanti menjadi haji yang mabrur. Semoga.

0 komentar: